Senin, 28 Oktober 2013

PSIKOLOGI MANAJEMEN, ORGANISASI, KOMUNIKASI, DAN DIMENSI-DIMENSI ORGANISASI



1. PSIKOLOGI MANAJEMEN

Psikologi manajemen adalah ilmu tentang bagaimana mengatur / me-manage sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai ilustrasi, dulu dalam manajemen, orang berproduksi hanya mengandalkan sumber daya alam. Misalnya, orang berburu, memancing atau memetik hasil hutan saja untuk memenuhi keperluannya. Tetapi lama- kelamaan mulai terasa bahwa dengan menambahkan sumber daya manusia (terutama akalnya), maka orang akan bisa lebih efektif dan efisien dalam berproduksi. Maka mulailah dikenal pertanian, peternakan dan upaya budi daya sumber-sumber alam lainnya.

Setelah itu, timbul lagi kebutuhan akan modal, karena dengan investasi dana tertentu, akan bisa dibuat alat tertentu untuk lebih meningkatkan lagi efisiensi dan efektivitas produksi. Maka sejak zaman revolusi industry, tiga modal kerja yang utama adalah SDA (Sumber Daya Alam), SDU (Sumber Daya Uang) dan SDM (Sumber Daya Manusia), dan ilmu manajemen pun berkisar pada upaya untuk mengoptimalkan kinerja antar ketiga modal kerja itu.

Kaitannya dengan psikologi: dengan ditemukan dan dikembangkannya ilmu psikologi, diketahui bahwa unsur SDM (Sumber Daya Manusia) ternyata merupakan yang terpenting dari ketiga modal kerja perusahaan manapun. Pasalnya, ilmu psikologi yang memang berpusat pada manusia, mampu mengintervensi berbagai faktor internal manusia seperti motivasi, sikap kerja, keterampilan, dsb dengan berbagai macam teknik dan metode, sehingga bisa dicapai kinerja SDM (Sumber Daya Manusia) yang setinggi-tingginya untuk produktivitas perusahaan. 

Kegiatan intervensi (yang bertujuan untuk "mengolah" manusia) inilah yang menjadi titik tolak dari kajian ilmu psikologi manajemen. Hal ini bertujuan agar seluruh kayawan / SDM (Sumber Daya Manusia) dari suatu organisasi/perusahaan mengerti betul akan tugasnya, mampu memberikan informasi kepada pelanggan atau rekan sekerjanya, dan pada akhirnya membuat karyawan itu senang pada pekerjaan dan perusahaannya.



Manfaat Psikologi Manajemen

1. Untuk mendapatkan pemecahan bagi masalah-masalah yang penting berkenaan dengan penggunaan tenaga manusia di dalam proses manajemen.

2. Agar dunia manajemen mampu menggunakan prosedur-prosedur yang lebih relevan / tepat untuk memecahkan masalah-masalah human (kemanusiaan).


2. ORGANISASI

pengertian organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih, atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama, organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

1. Organisasi Menurut Stoner

Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan orang-orang di bawah pengarahan manajer (pimpinan) untuk mengejar tujuan bersama.

2. Organisasi Menurut James D. mooney

Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.

3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard

Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

  1. Pengertian / Definisi Organisasi Informal dan Organisasi Formal

1. Organisasi Formal

Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar, serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya.

2. Organisasi Informal

Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak SD dan lain-lain.

  1. Ciri – Ciri Organisasi

Kalau kita memperhatikan penjelasan di atas tentang pengertian organisasi maka dapatlah di katakan bahwa setiap bentuk organisasi akan mempunyai unsur-unsur tertentu, yang antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai Wadah Atau Tempat Untuk Bekerja Sama

Organisasi adalah merupakan merupakan suatu wadah atau tempat dimana orang-orang dapat bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya organisasi menjadi saat bagi orang-orang unutk melaksanakan suatu kerja sama, sebab setiap orang tidak mengetahui bagaiman cara bekerja sama tersebut akan dilaksankan. Pengertian tempat di sini dalam ari yang konkrit, tetapi dalam arti yang abstrak, sehingga dengan demikian tempat sini adalah dalam arti fungsi yaitu menampung atau mewadai keinginan kerja sama beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian umum, maka organisasi dapat berubah wadah sekumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu misalnya organisasi buruh, organisasi wanita, organisasi mahasiswa dan sebagainya.

2. Proses kerja sama sedikitnya antar dua orang

Suatu organisasi, selain merupakan tempat kerja sama juga merupaka proses kerja sama sedikitnya antar dua orang. Dalam praktek, jika kerja sam atersebut di lakukan dengan banyak orang, maka organisasi itu di susun harus lebih sempurna dengan kata lain proses kerja sama di lakukan dalam suatu organisasi,mempunayi kemungkinan untuk di laksanakan dengan lebih baik hal ini berarti tanpa suatu organisasi maka proses sama itu hanya bersifat sementara, di mana hubungan antar kerja sama antara pihak-pihak bersangkutan kurang dapat diatur dengan sebaik-baiknya.

3. Jelas tugas kedudukannya masing-masing

Dengan adanya organisasi maka tugas dan kedudukan masing-masing orang atau pihak hubngan satu dengan yang lain akan dapat lebih jelas, dengan demikian kesimpulan dobel pekerjaan dan sebagainya akan dapat di hindarkan. Dengan kata lain tanpa orang yang baik mereka akan bingung tentang apa tugas-tugasnya dan bagaimana hubungan antara yang satu dengan yang lain.

4. Ada tujuan tertentu

Betapa pentingnya kemampuan mengorganisasi bagi seorang manajer. Suatu perencana yang kurang baik tetapi organisasinya baik akan cendrung lebih baik hasilnya dari pada perencanaan yang baik tetapi organisasi tidak baik.

  1. Unsur – Unsur Organisasi

Secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur, yaitu ada orang, ada kerjasama, dan ada tujuan bersama. Tiga unsur organisasi itu tidak berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling kait atau saling berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. Adapun unsur-unsur organisasi secara terperinci adalah :

1. Man

Man (orang-orang), dalam kehidupan organisasi atau ketatalembagaan sering disebut dengan istilah pegawai atau personnel. Pegawai atau personnel terdiri dari semua anggota atau warga organisasi, yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri dari unsur pimpinan (administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, para manajer yang memimpin suatu unit satuan kerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dan para pekerja (nonmanagement/workers). Semua itu secara bersama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man power) organisasi.

2. Kerjasama

Kerjasama merupakan suatu perbuatan bantu-membantu akan suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, semua anggota atau semua warga yang menurut tingkatan-tingkatannya dibedakan menjadi administrator, manajer, dan pekerja (workers), secara bersama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man power) organisasi.

3. Tujuan Bersama

Tujuan merupakan arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan menggambarkan tentang apa yang akan dicapai atau yang diharapkan. Tujuan merupakan titik akhir tentang apa yang harus dikerjakan. Tujuan juga menggambarkan tentang apa yang harus dicapai melalui prosedur, program, pola (network), kebijaksanaan (policy), strategi, anggaran (budgeting), dan peraturan-peraturan (regulation) yang telah ditetapkan.

4. Peralatan (Equipment)

Unsur yang keempat adalah peralatan atau equipment yang terdiri dari semua sarana, berupa materi, mesin-mesin, uang, dan barang modal lainnya (tanah, gedung/bangunan/kantor).

5. Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan misalnya keadaan sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi. Termasuk dalam unsur lingkungan, antara lain :

a. Kondisi atau situasi yang secara langsung maupun secara tidak langsung berpengaruh terhadap daya gerak kehidupan organisasi, karena kondisi atau situasi akan selalu mengalami perubahan.

b Tempat atau lokasi, sangat erat hubungannya dengan masalah komunikasi dan transportasi yang harus dilakukan oleh organisasi.

c Wilayah operasi yang dijadikan sasaran kegiatan organisasi. Wilayah operasi dibedakan menjadi : a). Wilayah kegiatan, yang menyangkut jenis kegiatan atau macam kegiatan apa saja yang boleh dilakukan sesuai dengan tujuan organisasi b). Wilayah jangkauan, atau wilayah geografis atau wilayah teritorial, menyangkut wilayah atau daerah operasi organisasi. c). Wilayah personil, menyangkut semua pihak (orang-orang, badan-badan) yang mempunyai hubungan dan kepentingan dengan organisasi. d). Wilayah kewenangan atau kekuasaan, menyangkut semua urusan, persoalan, kewajiban, tugas, tanggung jawab dan kebijaksanaan yang harus dilakukan dalam batas-batas tertentu yang tidak boleh dilampaui sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. KOMUNIKASI

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:

Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

  1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
  2. Pesan (mengatakan apa?)
  3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
  4. Komunikan (kepada siapa?)
  5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

PROSES KOMUNIKASI

Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.

Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.

2. Proses komunikasi sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).

4. DIMENSI-DIMENSI ORGANISASI
KOMPLEKSITAS

Kompleksitas merujuk pada tingkat differensiasi yang ada di dalam sebuah organisasi. Diferensiasi horizontal mempertimbangkan tingkat pemisahan horizontal di antara unit-unit. Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman hierarki organisasi. Diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh mana lokasi fasilitas dan para pegawai organisasi tersebar secara geografis. Peningkatan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut akan meningkatkan kompleksitas sebuah organisasi.
Diferensiasi horizontal. Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang ada dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut.
Diferensiasi vertikal. Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi meningkat, demikian pula kompleksitasnya, karena jumlah tingkatan hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara top manajemen dan tingkat hierarki yang paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk mengawasi kegiatan bawahannya.
Diferensiasi spasial. Organisasi dapat melakukan aktivitas yang sama dengan tingkat diferensiasi horizontal dan pengaturan hierarki yang sama di berbagai lokasi. Tetapi keberadaan berbagai lokasi tersebut meningkatkan kompleksitas. Oleh karena itu, elemen ketiga dalam kompleksitas adalah diferensiasi spasial, yang merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik, dan personalia sebuah organisasi tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak.
Ketiga elemen tersebut tidak perlu merupakan sebuah paket. Misalnya telah dicatat bahwa perguruan tinggi biasanya mempunyai tingkat diferensiasi vertikal rendah dan sedikit atau tidak ada sama sekali diferensiasi spasial. Sebaliknya, suatu battalion tentara dicirikan oleh diferensiasi vertikal yang tinggi dan sedikit diferensiasi horizontal.

Mengapa Kompleksitas itu Penting?

Organisasi terdiri dari subsistem yang membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan control agar dapat efektif. Maka makin kompleks sebuah organisasi, makin besar kebutuhannya akan alat komunikasi, koordinasi, dan control yang efektif. Dengan kata lain, jika kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap manajemen untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang didiferensiasi dan disebar bekerja dengan mulus dan secara bersama ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Hal tersebut dinyatakan sebagai suatu paradoks di dalam analisis organisasi. Keputusan manajemen untuk meningkatkan diferensiasi dibuat secara khas demi kepentingan ekonomis dan efisiensi. Tetapi keputusan tersebut menciptakan berbagai tekanan untuk menambah pegawai manajerial untuk membantu dalam pengontrolan, koordinasi, serta pengurangan konflik. Oleh karena itu, setelah beberapa waktu, organisasi yang dapat hidup terus akan cenderung menjadi lebih kompleks karena aktivitas mereka sendiri dan lingkungan yang mengelilinginya menjadi lebih kompleks. Kemudian dapat kita tambahkan bahwa pengertian mengenai kompleksitas adalah penting, karena merupakan sebuah karakteristik yang harus dicari oleh para manajer dan yang diharapkan ada jika organisasi mereka sehat.

FORMALISASI

Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi itu distandardisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia harus melakukannya. Formalisasi merupakan suatu ukuran tentang standardisasi. Karena kebijakan dariseseorang di dalam pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang diprogramkan lebih dahulu oleh organisasi, maka makin besar standardisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan oleh seorang pegawai. Standardisasi ini bukan saja melenyapkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secara lain, tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan alternative.
Sebuah pendekatan alternative mengatakan bahwa formalisasi berlaku untuk peraturan yang tertulis maupun tidak. Dengan demikian, persepsi sama pentingnya dengan realitas. Untuk tujuan pengukuran, formalisasi akan dihitung dengan memperhatikan, selain dokumen resmi organisai, sikap (attitudes) pegawai sampai pada tingkatan di mana prosedur pekerjaan diuraikan dan peraturan diterapkan.
Jangkauan Formalisasi. Penting untuk diketahui bahwa tingkat formalisasi dapat sangat berbeda di antara dan di dalam organisasi. Pekerjaan tertentu dikenal mempunyai sedikit formalisasi. Pada umumnya adalah benar bahwa pekerjaan yang tidak terampil adalah yang paling sempit yaitu yang paling sederhana dan yang paling berulang adalah yang paling cocok bagi tingkat formalisasi yang tinggi. Makin besar profesionalisme sebuah pekerjaan, maka makin kecil kemungkinan pekerjaan itu diformalisasi dengan tinggi. Formalisasi berbeda bukan hanya dalam hal pekerjaan itu tidak terampil (unskilled) atau professional, tetapi juga dalam tingkatan organisasi dan departemen fungsional.
Mengapa Formalisasi itu Penting?

Organisasi menggunakan formalisasi karena keuntungan yang diperoleh dari pengaturan perilaku para pegawai. Standardisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman. Standardisasi juga mendorong koordinasi. Penghematan yang diperoleh dari formalisasi juga tidak boleh diabaikan. Makin besar formalisasi tersebut, makin sedikit pula kebijaksanaan yang diminta dari pemegang jabatan. Hal ini relevan, karena kebijaksanaan memerlukan biaya.
Hal ini menjelaskan, secara kebetulan, mengapa banyak organisasi besar mempunyai manual akuntansi, manual personalia, dan manual pembelian yang seringkali beribu-ribu halaman tebalnya. Organisasi-organisasi ini memilih untuk memformalkan pekerjaan sedapat mungkin agar memperoleh prestasi paling efektif dari para pegawainya dengan biaya paling rendah.
Keputusan Untuk “Membuat atau Membeli”
Sosialisasi merujuk pada suatu proses adaptasi di mana para individu mempelajari nilai, norma, dan pola perilaku yang diharapkan bagi pekerjaan serta bagi organisasi tempat ia bekerja. Para professional mengalami pendidikan dan pelatihan bertahun-tahun lamanya sebelum mereka mempraktekkan keahliannya. Dengan demikian, manajemen mempunyai dua macam keputusan. Pertama, tingkat standardisasi perilaku bagaimana yang diinginkan? Kedua, apakah standardisasi yang diinginkan itu akan “dibuat” dalam perusahaan atau “dibeli” dari luar? Bila dibuat dalam perusahan, akan lebih ditekankan pada pegawai yang tidak terampil, meskipun semua pegawai akan menyesuaikan diri mereka dengan budaya khas dari organisasi tertentu.
Formalisasi langsung di tempat kerja dan profesionalisasi pada dasarnya merupakan substitusi antara yang satu dengan lainnya. “Organisasi dapat mengontrol (perilaku pegawai)*secara langsung melalui peraturan dan prosedurnya sendiri, atau dapat memperoleh control tidak langsung dengan cara menyewa para professional yang terlatih”. Dapat diharapkan bahwa dengan meningkatnya tingkat profesionalisasi di dalam sebuah organisasi, maka tingkatan formalisasi akan menurun.
Teknik-teknik Formalisasi
Para manajer mempunyai sejumlah teknik untuk dapat menstandardisasikan perilaku para pegawai. Berikut adalah teknik-teknik yang paling populer :
· Seleksi
· Persyaratan Peran
· Peraturan, Prosedur, dan Kebijaksanaan
· Pelatihan
· Ritual
Hubungan antara Formalisasi dan Kompleksitas
Ada cukup bukti yang mendukung tentang adanya hubungan yang kuat antara spesialisasi, standarisasi, dan formalisasi. Jika pegawai melaksanakan tugas yang sempit, berulang, dan khusus, maka pekerjaan rutin mereka cenderung untuk distandardisasi dan sejumlah peraturan mengatur perilaku mereka. Para pekerja di lini rakit melakukan pekerjaan yang sangat dispesialisasi dengan tingkat rutinitas yang distandarisasi serta banyak sekali peraturan formal dan prosedur yang harus diikuti.


SENTRALISASI

Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen. Kebanyakan teoritikus menyetujui bahwa istilah tersebut merujuk kepada tingkat di mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal di dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya sentralisasi yang tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan sentralisasi yang rendah atau yang disebut desentralisasi. Ada juga kesepakatan bahwa desentralisasi sangat berbeda dari differensiasi spasial. Sentralisasi memperhatikan penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan dalam organisasi, bukan penyebaran geografis. Namun di luar batas ini segalanya menjadi kurang jelas.
Sentralisasi dapat dijelaskan secara lebih khusus sebagai jenjang kepada siapa kekuasaan formal untuk membuat pilihan-pilihan secara leluasa dikonsentrasikan pada seorang individu, unit, atau tingkatan (biasanya berada tinggi pada organisasi), dengan demikian mengizinkan para pegawai (biasanya pada tingkat rendah dalam organisasi) untuk member masukan yang minimal ke dalam pekerjaan mereka.
Pengambilan Keputusan dan Sentralisasi
Seorang manajer biasanya harus membuat pilihan mengenai tujuan, alokasi anggaran, personalia, cara melaksanakan pekerjaan, dan cara memperbaiki keefektifan unitnya. Pentingnya pengetahuan mengenai kekuasaan dan rantai komando bagi pemahaman sentralisasi, sama pentingnya dengan kesadaran akan proses pengambilan keputusan. Tingkat pengawasan yang dimiliki seseorang terhadap keseluruhan proses pengambilan keputusan itu sendiri merupakan ukuran sentralisasi.
Tingkat kontrol yang dipunyai seseorang dalam seluruh proses pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai sentralisasi. Kelima langkah dalam proses ini adalah:
1. Mengumpulkan informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan mengenai apa yang dapat dilakukan,
2. Memproses dan mengintepretasikan informasi tersebut untuk member saran kepada pembuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan,
3. Membuat pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan, dan
4. Melaksanakannya
Pengambilan keputusan secara tradisional dikatakan sebagai membuat pilihan-pilihan. Setelah mengembangkan dan mengevaluasi paling sedikitnya dua alternative, pengambil keputusan memilih alternatif yang disukai. Dilihat dari pandangan seorang pengambil keputusan ini merupakan penyampaian yang cukup memuaskan. Tetapi jika dilihat dari pandangan organisasi, pembuatan pilihan hanya merupakan salah satu langkah dalam proses yang lebih luas. Dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan paling banyak desentralisasi jika si pengambil keputusan mengendalikan semua langkah.

Mengapa Sentralisasi itu Penting?

Judul dari bagian ini dapat menyesatkan. Bahwa judul tersebut secara tidak langsung mengimplikasikan sentralisasi, sebagai kebalikan dari desentralisasi, adalah penting. Istilah sentralisasi dalam konteks ini dimaksudkan untuk dilihat dengan cara yang sama seperti kompleksitas dan formalisasi dalam bab ini. Sentralisasi mewakili sebuah jajaran dari tinggi ke rendah.
Seperti telah diuraikan, selain sebagai kumpulan orang, organisasi adalah sistem pengambilan keputusan dan pengolahan informasi. Organisasi membantu pencapaian tujuan melalui koordinasi dari usaha kelompok; pengambilan keputusan dan pengolahan informasi adalah yang utama agar koordinasi dapat terlaksana. Tetapi factor ini seringkali diabaikan oleh siswa pengambilan keputusan dan teori organisasi, informasi itu sendiri bukan merupakan sumber yang langka dalam organisasi. Teknologi informasi yang maju member para manajer sejumlah besar data untuk membantunya dalam pengambilan keputusan. Kita hidup dalam dunia yang menenggelamkan kita dengan informasi. Sumber yang langka adalah kapasitas pengolahan untuk menyelesaikan informasi.
Baik sentralisasi yang tinggi maupun yang rendah dibutuhkan. Faktor-faktor situasional akan menentukan jumlah yang “tepat”. Tetapi semua organisasi mengolah informasi sehingga para manajer dapat membuat keputusan. Oleh karenanya, perhatian harus dicurahkan untuk mengidentifikasi cara yang paling efektif untuk mengorganisasi pengambilan keputusan.

Sumber :

Mortimer R. Fienberg, dkk, Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama, Jakarta, 1996.

Abu, Ahmadi, Psikologi umum, Edisi Revisi 2009


Hasibuan, Malayu S.P., Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Bumi Aksara; Jakarta.

2007.

Munir, M., Ilaihi, wahyu., Manajemen Dakwah, Kencana; Jakarta. 2009.


Wursanto, Ig,  Dasar-dasar Ilmu organisasi, Cv Andi offset


Sondang P. Siagian, M. P. A. , Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1991.


Drs. Firman B. Aji, Drs. S. Martin Sirait, Perencanaan dan Evaluasi, Bumi Aksara, Jakarta, 1990.


Mortimer R. feinberg, dkk. Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama , Jakarta. 1996. Hlm.45.


P. Siagian, M.P.A., Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta . hlm. 41.
http://ryusaki69.wordpress.com/2010/05/20/budaya-organisasi/

http://korllstikomahngbloks.blokspot.com

http://wikipedia.com

http://itszadiary.blogspot.com/2012/03/dimensi-dimensi-struktur-organisasi.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar